Tahlilan
(Selamatan Kematian) Adalah Bid'ah Munkar Dengan Ijma Para Shahabat Dan Seluruh
Ulama Islam
Jumat, 16 Nopember 2007 02:25:02 WIB
Oleh:
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
عَنْ
جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ :
كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ
(بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ
"Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : "
Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab
kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan
makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap"
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini atau atsar di atas dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah
(No. 1612 dan ini adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan
riwayat yang kedua bersama tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau),
dari jalan Ismail bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir sebagaimana
tersebut di atas.
Saya berkata : Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya
tsiqat (dapat dipercaya ) atas syarat Bukhari dan Muslim.
Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan oleh jama’ah para
Ulama yakni para Ulama Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau atsar di
atas dalam beberapa hal.
Pertama : Mereka ijma' atas keshahihan hadits tersebut dan tidak
ada seorang pun Ulama -sepanjang yang diketahui penulis- wallahu a’lam yang
mendloifkan hadits ini. Dan ini disebabkan seluruh rawi yang ada di sanad
hadits ini –sebagaimana saya katakan dimuka- tsiqoh dan termasuk rawi-rawi yang
dipakai oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Kedua : Mereka ijma' dalam menerima hadits atau atsar dari ijma'
para shahabat yang diterangkan oleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada
seorangpun Ulama yang menolak atsar ini. Yang saya maksud dengan penerimaan
(qobul) para Ulama ini ialah mereka menetapkan adanya ijma’ para
shahabat dalam masalah ini dan tidak ada seorangpun di antara mereka yang
menyalahinya.
Ketiga : Mereka ijma' dalam mengamalkan hadits atau atsar
diatas. Mereka dari zaman shahabat sampai zaman kita sekarang ini senantiasa
melarang dan mengharamkan apa yang telah di ijma'kan oleh para shahabat yaitu
berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri
kita ini dengan nama " Selamatan Kematian atau Tahlilan".
LUGHOTUL HADITS
1. كُنَانَعُدُّ / كُنَّانَرَى =
Kami memandang/menganggap.
Maknanya : Menurut madzhab kami para shahabat semuanya bahwa
berkumpul-kumpul
di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan termasuk dari bagian
meratap.
Ini menunjukkan telah terjadi ijma’/kesepakatan para shahabat
dalam masalah ini. Sedangkan ijma’ para shahabat menjadi dasar hukum Islam yang
ketiga setelah Al-Qur’an dan Sunnah dengan kesepakatan para Ulama Islam
seluruhnya.
2. اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ
وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ =
Berkumpul-kumpul di tempat atau di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan yang
kemudian mereka makan bersama-sama
3. بَعْدَ دَفْنِهِ = Sesudah mayit itu ditanam/dikubur. Lafadz ini adalah tambahan
dari riwayat Imam Ahmad.
Keterangan di atas tidak menunjukkan bolehnya makan-makan di
rumah ahli mayit “sebelum dikubur”!?. Akan tetapi yang dimaksud ialah ingin
menjelaskan kebiasaan yang terjadi mereka makan-makan di rumah ahli mayit
sesudah mayit itu dikubur.
4. مِنَ الْنِّيَاحَةِ = Termasuk dari meratapi mayit
Ini menunjukkan bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit atau
yang kita kenal di sini dengan nama “selamatan kematian/tahlilan” adalah
hukumnya haram berdasarkan madzhab dan ijma’ para sahabat karena mereka telah
memasukkan ke dalam bagian meratap sedangkan merapat adalah dosa besar.
SYARAH HADITS
Hadits ini atau atsar di atas memberikan hukum dan pelajaran
yang tinggi kepada kita bahwa : Berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan
makan-makan di situ (ini yang biasa terjadi) termasuk bid’ah munkar (haram
hukumnya). Dan akan bertambah lagi bid’ahnya apabila di situ diadakan upacara
yang biasa kita kenal di sini dengan nama “selamatan kematian/tahlilan pada
hari pertama dan seterusnya”.
Hukum diatas berdasarkan ijma’ para shahabat yang telah
memasukkan perbuatan tersebut kedalam bagian meratap. Sedangkan meratapi mayit
hukumnya haram (dosa) bahkan dosa besar dan termasuk salah satu adat
jahiliyyah.
FATWA PARA ULAMA ISLAM DAN IJMA’ MEREKA DALAM MASALAH INI
Apabil para shahabat telah ijma’ tentang sesuatu masalah seperti masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan tabi’ut-tabi’in dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti ijma’nya para sahabat yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram dan termasuk dari adat/kebiasaan jahiliyyah.
Apabil para shahabat telah ijma’ tentang sesuatu masalah seperti masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan tabi’ut-tabi’in dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti ijma’nya para sahabat yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram dan termasuk dari adat/kebiasaan jahiliyyah.
Oleh karena itu, agar supaya para pembaca yang terhormat
mengetahui atas dasar ilmu dan hujjah yang kuat, maka di bawah ini saya
turunkan sejumlah fatwa para Ulama Islam dan Ijma’ mereka dalam masalah
“selamatan kematian”.
1. Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan
ilmu, pembela Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy di ktabnya ‘Al-Um” (I/318).
“Aku benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit
meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan
memperbaharui kesedihan"[1]
Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita'wil
atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau dengan tegas
mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul
saja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai
Tahlilan ?"
2. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3
halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At
Turki )
“Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka
itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah kesusahan diatas
musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka [2] dan
menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah.
Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertemu kepada Umar.
Lalu Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, "
Tidak !" Umar bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli
mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar,
" Itulah ratapan !"
3. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya
: Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96)
"Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i
dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak
yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah.
Dan zhahirnya adalah HARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para
Shahabat telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit)
bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram.
Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya
berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alasan ta'ziyah /melayat sebagaimana
dikerjakan orang sekarang ini.
Telah berkata An Nawawi rahimahullah : Adapun duduk-duduk
(dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah telah dijelaskan oleh Imam
Syafi'i dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas
dibencinya (perbuatan tersebut)........
Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, " Telah berkata pengarang
kitab Al Muhadzdzab : “Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan
untuk ta'ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang
baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah "
Bid'ah."
Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir syarahnya
atas hadits Jarir menegaskan : “Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan
orang sekarang ini yaitu berkumpul-kupmul (di tempat ahli mayit) dengan alasan
ta’ziyah dan mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan, memasang tenda dan
permadani dan lain-lain dari pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan
yang bid’ah ini mereka tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer
supaya orang-orang memujinya bahwa si fulan telah mengerjakan ini dan itu dan
menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapak-nya. Semuanya itu adalah HARAM
menyalahi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Salafush shalih dari
para shahabat dan tabi’in dan tidak pernah diucapkan oleh seorangpun juga dari
Imam-imam Agama (kita).
Kita memohon kepada Allah keselamatan !”
4. Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu' Syarah Muhadzdzab
(5/319-320) telah menjelaskan tentang bid'ahnya berkumpul-kumpul dan
makan-makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy
-Syaamil dan lain-lain Ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits
Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Dan hal inipun beliau tegaskan di
kitab beliau “Raudlotuth Tholibin (2/145).
5. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya Muhadzdzab
yang kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu' Syarah
Muhadzdzab : "Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit)
dengan alasan untuk Ta'ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats
sedangkan muhdats adalah " Bid'ah "
Dan Imam Nawawi menyetujuinya bahwa perbatan tersebut bid’ah.
[Baca ; Al-Majmu’ syarah muhadzdzab juz. 5 halaman 305-306]
6. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir
(2/142) dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah
" Bid'ah Yang Jelek". Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau
katakan shahih.
7. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma'aad (I/527-528)
menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan untuk
ta'ziyah dan membacakan Qur'an untuk mayit adalah " Bid'ah " yang
tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
8. Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148)
menegaskan bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah.
9. Berkata penulis kitab ‘Al-Fiqhul Islamiy” (2/549) : “Adapaun
ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan
Bid’ah yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan
menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh) perbuatan
orang-orang jahiliyyah”.
10. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini
beliau menjawab : " Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan
tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para penta'ziyah."
[Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]
11. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, " Disukai
membuatkan makanan untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi
tidak disukai mereka membuat makanan untuk para penta'ziyah. Demikian menurut
madzhab Ahmad dan lain-lain." [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]
12. Berkata Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al
Imam Asy Syafi'i (I/79), " Disukai membuatkan makanan untuk ahli
mayit."
KESIMPULAN.
Pertama : Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya
adalah BID'AH dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama'
termasuk didalamnya imam empat.
Kedua : Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli mayit membuatkan
makanan untuk para penta'ziyah.
Ketiga : Akan lebih bertambah lagi bid'ahnya apabila disitu
diadakan tahlilan pada hari pertama dan seterusnya.
Keempat : Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum kerabat /sanak famili dan para
jiran/tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapat
mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Ja'far bin Abi Thalib wafat.
"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena
sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni
musibah kematian)." [Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i ( I/317), Abu
Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)]
Hal inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafi’iy
dan lain-lain (bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di
atas).
Berkata Imam Syafi’iy : “Aku menyukai bagi para tetangga mayit
dan sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan
malam harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena sesungguhnya
yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi).... “ [Al-Um I/317]
Kemudian beliau membawakan hadits Ja’far di atas.
[Disalin dari buku Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut
Empat Madzhab dan Hukum Membaca Al-Qur’an Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy,
Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas,
Cetakan Pertama 1422/2001M]
_______
Footnote
[1]. Ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi'i menerangkan menurut
kebiasaan yaitu akan memperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak
sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak ! Perkataan Imam Syafi'i diatas tidak
menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah.
[2]. Perkataan ini seperti di atas yaitu menuruti kebiasaannya
selamatan kematian itu menyusahkan dan menyibukkan. Tidak berarti boleh apabila
tidak menyusahkan dan tidak menyibukkan ! Ambillah connoth firman Allah did
alam surat An-Nur ayat 33 :”Janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk
melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu
hendak mencari keuntungan duniawi”. Apakah boleh kita menyuruh budak perempuan
kita untuk melacur apabila mereka menginginkannya?! Tentu tidak!