Senin, 17 Desember 2012

KAEDAH FIQHIYAH

0 komentar
place Google AdSense code here

الأصل في الذبائحِ التحريمُ
Pada Dasarnya Binatang Yang Disembelih Itu Haram
    Binatang, ditinjau dari segi penyembelihan ada dua macam:

I.                    Binatang yang untuk mengkonsumsinya wajib disenbelih terlebih dahulu. Yaitu semua binatang darat termasuk binatang udara selain belalang dan semua binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir.

    Binatang jenis ini jika mati tanpa sempat disembelih hukumnya adalah haram karena dia adalah bangkai:
Firman Allah QS. al-maidah: 3
   
3. diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya

II.                  Binatang yang untuk mengkonsumsinya tidak disyaratkan disembelih terlebih dahulu. Yaitu semua binatang air dan belalang  serta semua binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir.
Rasulullah bersabda saat ditanya tentang laut:

  هو الطهور ماؤه الحل ميتتُهُ

Ia (laut) airnya suci dan bangkainya halal. (HR. Imam Bukhori dan Muslim)
    Pembagian ini didasarkan pada hadits rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
  عن ابن عمر رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أُحلت لنا ميتتان ودمان فأمالميتتان فالحوتُ والجرادُ وأما الدمان فالكبد والطحالُ.

Dari Ibnu Umar berkata” Rasulullah besabda ‘Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang, sedangkan dua darah adalah hati dan limpa’ (HR. Ahmad dll)
    Dalam hadits ini Rasulullah membagi binatang menjadi dua jenis. jenis pertama Binatang yang harus disenbelih terlebih dahulu untuk bisa dimakan, dan jika tidak maka akan menjadi bangkai dan harom. Jenis kedua Binatang yang bangkainya halal sehingga untuk mengkonsumsinya tidak harus disembelih terlebih dahulu.
Pokok bahasan:
I.                    MAKNA KAEDAH.
    Jiaka suatu binatang termasuk golongan binatang  yang bangkainya haram maka hukum asalnya binatang tersebut adalah haram dimakan, kecuali jika ditemukan bukti yang tegas bahwa ia adalah halal dimakan. Periciannya binatang seperti ini ada tiga kondisi:

1.      Jelas kehalalannya
Yaitu apabila telah tegas bahwa binatang tersebut disembelih dan terpenuhi syarat-syarat penyembelihan yang syar’i

2.      Jelas keharamannya
yaitu binatang yang tidak terpenuhi syarat-syarat penyembelihan yang syar’i. mungkin binatang tersebut benar-benar mati tanpa disembelih, atau disembelih tapi tidak terpenuhi syarat-syarat penyembelihan yang syar’I, maka ia jelas keharamannyakarena masuk dalam kategori bangkai.

3.      Binatang yang tercampur unsur halal dan haram.
Apabila tercampur unsur kehalalan dan keharaman, maka bedasarkan kaedah diatas, unsure keharaman harus dikedepankan karena pada dasarnya binatang sembelihan itu haram.
    Contoh: anda berburu binatang dihutan.anda melepaskan anak panah atau tembakan ke seekor kijang. Namun, kijang tersebut-dalam keadaan terkenak panah atau tembakan –masih sempat lari. Lalu anda temui ia mati terapung di air. Dalam kondisi ini ada dua kemungkinan:
·         Mungkin ia mati karena anak panah atau tembakan anda. Jika demikian maka ia halal.
·         Mungkin ia mati karena tenggelam. Jika demikian maka ia haram.
    Maka dalam kondisi seperti ini wajib dikedepankan unsur  keharaman. Kita menilai bahwa binatang itu hukumnya adalah haram dimakan.
    Jadi, makna kaedah dari ini adalah, Pada Dasarnya Binatang sembelihan Itu Haram. Jika terjadi benturan unsur kehalalan dan keharaman maka wajib unsur  keharaman dikedepankan.
II.                  DASAR KAEDAH
    Kedah ini didasari oleh banyak dalil diantaranya:

عن عدىّ بن حاتم رضي الله عنه قال, سألت: رسول الله صلى الله عليه وسلم عن المِعراضِ فقال: ((إذا أَصَبْتَ بحدهِ فكل, فإذا أصاب بعرضه فقتَل فإنه وقيذُ, فلا تأكل)).
فقلت: أرسِلُ كلبي. قال: (( إذا أرسلت كلبك وسميتَ, فكل)). قلتُ فإن أكل قال: (( فلا تأكل, فإنه لم يمسِك عليك, إنما أمسك على نفسه)). قلتُ: أرسلتُ كلبي فأجد كلبا آخر. قال: (( لا تأكل, فإنك إنما سمَّيتَ على كلبك, ولم تُسم على آخرِ)).

Dari Adi bin hatim berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah tentang tombak (untuk berburu) maka beliau menjawab, ‘jiak yang mengenai binatang (buruan) adalah bagian tanjamnya maka makanlah. Namun jika yang megenai bagian tumpulnya sehingga binatang itu mati maka ia adalah bangkai yang mati karena pukula, kalau begitu jangan dimakan, lalu Saya bertanya lagi ‘Saya mengirim anjing saya* (untuk memburu binatang). Maka Beliau ‘ Jika engkau mengirim anjing mu dan engkau menyebut nama Allah maka makan lah. ‘lalu ‘Saya bertanya lagi. ‘Lalu Bagaiman jika anjing tersebut memakan binatang buruanya? Maka beliau menjawab, Jangan engkau makan karena anjing tersebut tidak berburu untuk mu, namun ia berburu untuk diri sendiri, ‘Saya pun kembali bertanya, ‘Saya mengirim anjing saya ternya saya dapati ada anjing lain bersamanya? ‘ Maka Rasulullah menjawab, ‘Jangan engkau makan karena yang engkau sebut nama Allah hanya pada anjing mu saja dan tidak menyebut nama Allah pada anjing yang satunya lagi. (HR. Imam Bukhori dan Muslim)

 عن عدىّ بن حاتم رضي الله عنه قال, سألت: رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الصيدِ قال: (( إذا رميتَ سَهْمك فاذكر اسم الله فإن وجدته قد قتل فكل إلا أن تجده قد وقع في ماءٍ فإنك لاتدرى الماء ُ قاتله أو سهمُك

Dari Adi bin hatim berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah tentang binatang  berburu, maka beliau menjawab, ‘jiak engkau melemparkan panah mu maka sebutlah nama Allah, jika engkau mendapati binatang itu telah terbunuh maka makanlah, kecuali engkau mendapatinya jatu di air, karena engkau tidak tahu, apakah dia tebunuh oleh panah mu atau tenggelam oleh air. (HR. Muslim)

    Sisi pengambilan dalil dari kedua hadits diatas sangat jelas. Saat terkumpul dalam satu binatang unsur kehalalan dan keharaman makan unsur keharaman dikedepankan. Dalam hadits pertama, jika binatang tersebut mati karena anJing pemburu terlatih yang dikirimnya maka halal, namun jika terbunuh oleh anjing lain tersebut maka ada kemungkinan haram karena sangat mungkin yang memilikinya orang kafir watsani (penyembah berhala) atau muslim tetapi tidak menyebut nama Allah. karena itu, saat tidak bisa dipilah antara keduanya maka semuanyapun jadi haram.
    Demikian juag dalam hadist yang kedua, jika binatang tersebut mati karena luka panah maka halal. Namaun juka mati karena tenggelam di air maka haram, dan saat tidak dapat dipilih antara keduanya maka semuanya jadi haram. Wallahu ‘alam.

III.                PENERAPAN HADITS

1.      BERBURU DENGAN ANAK PANAH.
    Kalau ada seseorang berburu binatang dengan anak panah, saat dia mengarahkan anak panahnya mengenail kijang, lalu kijang tersebut lari, lalu ditemukan pada diri kijang tersebut dua anak panah yang salah satunya adalah anak panah dia, maka hokum kijang tersebut haram karena dia tidak tahu, yang membunuh kijang tersebut anak panahnya atau anak panah yang tak dikenal. Sementara itu Kalau yang mambunuh anak panh yang tak dikenal, maka dia tidak mengetahui apakah yang berburu itu orang muslim ataub orang kafir watsni (penyembah berbahala). Kecuali jika menemukan siapa pemilik panah yang kedua, dan sangat jelas bahwa dia seorang muslim yang saat melepaska panahnya dia membaca bismillah.

2.      KASUS BINATANG DUA ALAM.
    Binatang dua alam adalah binatang yang bisa hidup didarat dan air secara penuh. Dan tidak termasuk binatang dua alam adalah bintang yang hidup didarat namun beberapa saat dia bisa hidup di air untuk sementara waktu saja, apabila dalam jarak yang lama ia akan mati, seperti burung penyelam, begitu juga jika ada binatang yang hidupnya di air, namun ia juga bisa hidup didarat beberapa saat tetapi dalam waktu yang lama ia akam mati, seperti ikan lele, kepiting dan lainnya, maka itu adalah binatang air bukan bintang dua alam.
    Binatang dua alam ini, jika disembelih maka hukumnya jelas halal. Namun jika mati tanpa disembelih, jika kita lihat dia dari sisi bahwa ia binatang darat maka haram bangkainya. Saat terkumpul antara dua unsur ini dan tidak dapat dipisahkan maka bangkai binatang dua alam ini pun haram.

3.      BINATNG HASIL KAWIN SILANG
    Jika terjadi kawin silang antara dua binatang, salah satunya halal dimakan dan yang satunya haram dimakan, maka anak dari kedunya adalah haram karena terkumpul padanya unsur orang tuanya yang salah satunya haram. Karena itu, baghol diharamkan karena ia adalah binatang hasil perkawinan silang antara kuda dan himar (keledai). Kuda halal dimakan sedangkan himar haram dimakan. Maka hasil perkawinan silang itu pun haram

·         Diperbolehkan berburu menggunakan anjing pemburu dengan syarat anjing tersebut mu’allam (terlatih) yang tandanya bisa terlihat dari tiga factor:
1.      Anjing tersebut menjalankan perintah jika diperintah
2.      Ia akan berhenti jika dilarang
3.      Ia tidak memakan hasil buiruannya.
Sebagaimana disyaratkan Allah dalam fiman-Nya QS. al-maidah: 4
   
4. mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.

Wallah ‘alam

0 komentar : Post Yours! Read Comment Policy ▼
PLEASE NOTE:
We have Zero Tolerance to Spam. Chessy Comments and Comments with Links will be deleted immediately upon our review.

Posting Komentar

 

statistik



free counters

About Me

Foto Saya
Pasir Pengaraian, Kab. Rokan Hulu.Riau, Indonesia
Kebutuhan Manusia Akan Ilmu, Melebihi Kebutuhannya Terhadap Makan Dan Minum (Imam Ahmad)
Copyright © 2012 Assunnahrokanhulu All Right Reserved
Distributed By Free Blogger Templates | Designed by MyBloggerBlog | Modified by Hang Puriah